The Heart of God On Earth

 

7PMNEWS.ID-Pengalaman dengan Papa Francesco di Kota Roma, Jumat, 12 Januari 2018. Hari itu langit masih gelap, sekitar jam 6:20 pagi sambil diterpa udara puncak musim dingin Roma yang menusuk, saya tiba dipintu masuk Domus Sanctae Marthae, disambut La Guarda Svizzera (Swiss Guard) dan Le Gendarmeria (Polisi Militer Vatican). Surat balasan dari Papa Francesco atas permintaan saya untuk merayakan misa bersama Paus di Kapel Rumah Santa Marta yang dikirimkan secara pribadi kepada saya dan ditandatangani oleh Mgr. Fabian Pedacchio, Sekretaris Pribadi Paus Fransiscus, menjadi “tiket masuk” ke dalam Domus (Rumah) Paus Fransiskus. Anggota Swiss Guard membaca surat yang saya serahkan dan mempersilahkan saya masuk ke Domus Paus Fransiscus, sejenis Guest House dengan 131 kamar yang dibangun Paus Johaness Paulus II untuk mengakomodir para Kardinal, Uskup dan Klerus yang berurusan di Vatikan, khususnya saat Konfklaf, atau pemilihan Paus baru. Namun Paus Fransiskus memilih untuk tinggal di Domus Sanctae Marthae ketimbang tinggal di istana kepausan di Vatican. Suatu pembuktian akan komitmentnya untuk hidup sederhana dan membumi dalam semangat Santo Fransiskus Asisi.Tepat jam 7 pagi misa bersama Paus Fransiskus dimulai dan Santo Bapa sendiri yang menjadi selebran utama. Paus merefleksikan tentang niat pribadi yang didukung oleh komunitas untuk mencari Yesus, berdasarkan Injil Markus 2:1-12 tentang orang sakit yang masih terbaring di atas dipan diturunkan dari atas atap oleh teman-temannya untuk disentuh dan disembuhkan Yesus. Kapel Domus Sanctae Marthae yang berkapasitas 200 orang tampak tak tak terisi semua karena pihak Domus membatasi tamu berhubung Paus sementara mempersiapkan diri untuk berkunjung ke Amerika Latin. Usai misa yang berlangsung sekitar 40 menit, Paus menyalami para tamu undangan yang hadir dalam misa seraya memberkati dan berbincang secara pribadi dengan setiap tamu. Sungguh pengalaman pertemuan pribadi yang istimewa, mendebarkan dan menyenangkan. Bagaikan suatu pengalaman religi yang dibarengi dua perasaan “tremendum etfascinosum” ala filsuf Jerman Rudolf Otto. Ada perasaan getaran hebat dijabat tangan oleh seorang suci tetapi sekaligus keterpesonaan, sukacita dan bahagia. Sekitar 30 detik saya manfaatkan untuk bercakap dengan Paus yang tentunya didahului perkenalan diri sebagai seorang religius yang merayakan 25 tahun imamat dan latar belakang saya dari Indonesia, khususnya Provinsi Papua. Tiga pesan yang disampaikan Paus Fransiskus pada saya agar tetap rajin berdoa, dan berjuanglah bersama masyarakat (Papua) merawat bumi sebagai rumah kita bersama dan jangan lupa berdoa untuk saya (non dimenticare prega per me).Saat berjabat tangan, Paus Fransiskus memegang erat dengan tatapan mata yang langsung menembus kedalam hati saya. Beliau secara natural bukan saja berbicara mengeluarkan kata-kata tetapi juga tatapan matanya memancarkan hatinya yang peduli dan penuh bela rasa. Compassionate Heart itulah salah satu keunggulan hatinya yang diterjemahkan dalam bahasa resmi tahun Jubelium 2016 sebagai tahun Kerahiman Ilahi sejalan dengan mottonya: “Miserando atque eligendo” Motto ini menekankan kerendahan hatinya, kesederhanaan dan kasih sayang Allah bagi semua orang. Tatapan mata hangat dan langsung pada saya memancarkan aura kebapaan yang berbela rasa yang bukan saja menunjukkan rasa kasihan sentimental tetapi sekaligus mengajak orang untuk melihat akar penderitaan serta struktur pendukungnya dan mencari jalan atau cara untuk merombak dan mencabut akar-akar sumber penderitaan. Inilah salah salah bentuk praktis Teologi Pembebasan. Dalam tatapannya yang langsung terjadi dialog antara hati sehingga terjadi “cor ad cor loquitor” sebagaimana disampaikan oleh John Henry Newman.

Sekitar pukul 8:40 waktu Roma, saya meninggalkan Casa Santa Marta dengan hati penuh kegembiraan usai merayakan misa bersama Paus Fransiskus di kapel pribadinya. Kendatipun udara puncak musim dingin Roma yang mencapai 7 derajat celcius, namun Jumat 12 Januari 2018 menjadi hari paling hangat, membahagiakan dalam hidupku karena benar-benar terasa kehadiran Allah dan hati-Nya nyata di dunia dalam perjumpaan pribadi yang hangat dan penuh cinta. Paus Fransiskus menjadi “the heart of God on earth”….Papa Francesco beristirahatlah dalam damai bersama para kudus di surga. Kini waktunya kata-kata Papa Francesco saya ambil dan kembalikan kepada Papa, “non dimenticare prega per me.”

(John Giscard Mitakda)

Pos terkait