Pembuangan Limbah Olahan PT HWR Diduga Bakal Cemari Lingkungan, Warga Ratatotok Bersiap Hadapi Penyakit

7PMNEWS.ID, RATAHAN-Warga Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) Sulawesi Utara bakal menghadapi musibah penyakit akibat limbah olahan zat berbahaya olahan aktivitas pertambangan PT Hakian Wellem Rumansi (HWR). Sejumlah temuan di lapangan menunjukkan adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan teknis pasca tambang yang berpotensi merusak lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat sekitar.

Salah satu poin krusial adalah penataan top soil dan overburden (OB) yang dinilai tidak sesuai prosedur. Seharusnya, top soil (lapisan tanah subur) dipisahkan secara rapi untuk nantinya digunakan kembali dalam proses reklamasi lahan pascatambang. Sedangkan overburden (material tanah dan batuan penutup bijih) harus ditempatkan di lokasi tersendiri agar tidak bercampur dengan top soil maupun mengkontaminasi area reklamasi.

Bacaan Lainnya

Namun kenyataannya, penataan di lapangan justru semrawut. Top soil bercampur dengan OB, sehingga fungsi top soil sebagai media hidup kembali bagi vegetasi hilang sama sekali. Kondisi ini berpotensi membuat lahan bekas tambang tidak bisa dipulihkan sesuai standar lingkungan yang berlaku. Lebih parah lagi, proses detoksifikasi pascatambang (detox mining) diduga tidak dilakukan sesuai standar. Padahal, setiap perusahaan tambang wajib melakukan detoks sebelum membuang material sisa produksi. Hal ini penting karena temuan kadar arsen (As) dan sianida (CN) tinggi, serta kondisi pH air di atas 8 yang masih bersifat basa. Idealnya, pH air harus stabil di angka 7,2–7,5 agar aman bagi lingkungan.

Tak hanya itu, penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) seperti oli bekas, solar, maupun limbah sianida disebut tidak terkelola dengan baik. Bila dibiarkan, limbah tersebut bisa mencemari tanah dan sumber air masyarakat. Kondisi waste dam (waduk penampung limbah) pun tidak kalah memprihatinkan. Penataan yang amburadul membuat pembuangan akhir limbah tambang rawan jebol dan mencemari ekosistem di sekitar area operasional.

Sejumlah pemerhati lingkungan mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait untuk segera turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap PT HWR.

“Pascatambang itu ada aturan bakunya. Kalau dibiarkan, masyarakat yang akan jadi korban,” tegas salah seorang aktivis lingkungan.

Sementara itu, saat dimintai tanggapan, Direktur PT HWR Gerry Mawuntu tidak memberikan komentar. Hal serupa juga ditunjukkan oleh Kepala Teknik Tambang (KTT) Wimbuh Mahargya yang memilih bungkam. Konfirmasi baru diperoleh dari Adrianus Tinungki yang disebut-sebut sebagai Humas PT HWR. Mantan Sekda Mitra ini menyatakan bahwa penilaian terkait dugaan pelanggaran teknis pascatambang tidak bisa dilakukan secara kasat mata.

“Ada instansi teknis yang berkewenangan menilai dan melakukan evaluasi, dalam hal ini Direktorat Teknik dan Lingkungan (Tekling) Kemen ESDM. Standar penilaian persoalan teknis dan lingkungan sudah diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 1827. Kalau ada yang menurut masyarakat atau terlihat tidak sesuai boleh disampaikan ke kantor Inspektur Tambang, supaya nanti ditugaskan tim untuk melakukan audit terhadap apa yang dikeluhkan,” jelas Tinungki. (devie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *